contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Minggu, Januari 18, 2009

MoM




BADAI KEANGKUHAN

Kemarin,
badai-badai itu baru saja datang
bersama tuhan membidikkan anak panah
ke jantung lautan bagi pesisir Indonesia.
Kegetiran merayap
dari bayi sampai renta,
Jutaan nyawa melahapnya
bagi janin rindu rahim.
Waktu itu
ada tuan-tuan
menetek di puting susu luka
rombongan bapak melepas tangis paksa
dan menulis nasib sapi perah luka
di atas papan reklame.
Hari ini
kita kembali menghitung
batu-batu dan tanah-tanah
menambah longsor menambah badai,
menambah gempa mengalikan nyawa
lalu membagi uang duka.
Jangan menangis Indonesia
kita memang mamilih cinta-cinta.
Keakuan jadi pedoman zaman
menjadi domba di antara srigala-srigala.
Tuhan,
masih bisakah melihat matahari
misterimu belum juga terungkap

: tanpa badai luka terus menganga



TANYA JAWAB

Anak Kampung
meratap, menengadah
berpijak pada dunia fatamorgana.
Misteri kejayaan sejarah
kabur bersama kabut demoralisasi.
Anak kampung tak paham bahasa angin
tapi tetap dilahapnya juga
karena bapak tak mampu beli nasi,
Sementara mimpi makan roti
mengigaukan tidur.
Di sini,
borok-borok mengganas
pedih keringat menetes
lewat pipa bawah tanah
bertangker-tangker.
Serpihan nurani tua dipecah gelombang
melayarkan daratan terjual.
Bom waktu yang dipersiapkan
telah memecah hukum batu
abu-nya mengaburkan cahaya ribuan mata.
Anak kampung menghitung warisan
yang telah habis dijual bapak.
merindu dendamkan
badai-badai mengkristal.
Apalagi yang tersisa
bila sila-sila telah kehilangan makna
Mari ramai-ramai beli kafan!
(Kita anak kampung yang mati di tanah kelahiran).

0



Sajak Pengantin
(Ketika Cinta Menyatukan)



Kita sisiri tapak Adam dan Hawa
mempatri petuah leluhur
menguak belantara, menggapai cahaya

Pengantinku,
Aku tidak semulia Nabi Muhammad
Tidak setaqwa Nabi Ibrahim, tidak pula setabah Nabi Ayub
Aku hanya pria akhir zaman yang punya cita-cita jadi suami yang shaleh
mengubur duka, punahlah nestapa
dari bimbang mengkristal
menancapkan ikrar pada pilar cinta

Pengantinku,
Aku tidak semulia Khadijah
Tidak setaqwa Aisyah, tidak pula setabah Fatimah
Aku hanya wanita akhir zaman yang punya cita-cita jadi istri yang Shaleha.
Tiada baik dari baik kita anyam
menjadi wadah, hingga anak cucu kita
menari-bergembira di dalamnya

Pengantinku,
Dunia baru menyambut kita
menepikan ragu dari tiap tapak langkah
hidupmu hidupku lebih hidup. menyatu erat satu napas
Dan ketika sunyi datang membuai, kita telah menjadi pelangi.

0

WAKTU

Waktu

Tak dapat ku tepis

Menukar lingkaran wajah

Aku larut di dalamnya.

Pada pedih yang mendera,

lara menyita asa

ku tuang irama kehidupan

yang tak pernah terbayang.

Aku tak menyesal bila gelap

Penuhi bilik-bilik kalbuku.

Dan tak mungkin ingkari

Kenyataan bahwa aku hidup untuk masa sepan.

Dari jengkal-jengkal langkah

Yang curahkan keringat

aku lafaskan selarik kata bijak

pembawa kedamaian jiwa

penggugah rasa perih.

Waktu

Andai kembali diputar

hingga masa itu tiba

Aku ingin hapus garis likuan hidup ini

enyahkan makna pedih kegagalan

Sampai tak ada lagi puing-puing itu

Waktu

Ingin ku jadikan roman kalbuku

Kembali bercahaya dengan sinar pancaran-Nya

Dan bayangku lebih indah dari makna sebelumnya.



0


LA NOCHE DE LAS PALABRAS

Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia
kami mengepung bulan
dan mereka yang mendengarkan puisi kami
mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka
berkomplot dengan anggur daun cerbeza
bersekongkol dengan gadisgadis
memancing bulan dengan keluasan dada

Musim panas
Menjulang di Medelin
menampilkan sutera
di keharibaan malam cuaca

ratusan para lilin
menyandar di pundak malam
mengucap
menyebutnyebut cahaya
sambil mencoba
memahami takdir di wajah-wajah usia

kami para penyair
meneruskan zikir kami
-palabras palabras palabras palabras
-
--kata kata kata kata --
semakin kental mengucap
cahaya pun memadat
sampai kami bisa buat
sesuka kami atas padat cahaya

lantas bulan kesurupan
kesadaran kami meninggi
bulan turun pada kami
dan kami mengatasi bulan

sampailah kami pada kerajaan kata-kata
jika kami membilang ayah
ia juga ayah kata-kata
jika kami menyebut hari
juga harinya kata-kata
jika kami mengucap diri
pastilah juga diri kata kata

Di cafe jalanan Medellin
purnama jatuh
kata-kata menjadi kami
kami menjadi kata kata

0

LA NOCHE DE LAS PALABRAS
(Indra....ini karya sastra dari aku, jangan lupo di pos ke blog nyo ye......)

Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia
kami mengepung bulan
dan mereka yang mendengarkan puisi kami
mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka
berkomplot dengan anggur daun cerbeza
bersekongkol dengan gadisgadis
memancing bulan dengan keluasan dada

Musim panas
Menjulang di Medelin
menampilkan sutera
di keharibaan malam cuaca

ratusan para lilin
menyandar di pundak malam
mengucap
menyebutnyebut cahaya
sambil mencoba
memahami takdir di wajah-wajah usia

kami para penyair
meneruskan zikir kami
-palabras palabras palabras palabras
-
--kata kata kata kata --
semakin kental mengucap
cahaya pun memadat
sampai kami bisa buat
sesuka kami atas padat cahaya

lantas bulan kesurupan
kesadaran kami meninggi
bulan turun pada kami
dan kami mengatasi bulan

sampailah kami pada kerajaan kata-kata
jika kami membilang ayah
ia juga ayah kata-kata
jika kami menyebut hari
juga harinya kata-kata
jika kami mengucap diri
pastilah juga diri kata kata

Di cafe jalanan Medellin
purnama jatuh
kata-kata menjadi kami
kami menjadi kata kata

By: QuRTuBy FasHa

0

LA NOCHE DE LAS PALABRAS
(Indra....ini karya sastra dari aku, jangan lupo di pos ke blog nyo ye......)

Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia
kami mengepung bulan
dan mereka yang mendengarkan puisi kami
mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka
berkomplot dengan anggur daun cerbeza
bersekongkol dengan gadisgadis
memancing bulan dengan keluasan dada

Musim panas
Menjulang di Medelin
menampilkan sutera
di keharibaan malam cuaca

ratusan para lilin
menyandar di pundak malam
mengucap
menyebutnyebut cahaya
sambil mencoba
memahami takdir di wajah-wajah usia

kami para penyair
meneruskan zikir kami
-palabras palabras palabras palabras
-
--kata kata kata kata --
semakin kental mengucap
cahaya pun memadat
sampai kami bisa buat
sesuka kami atas padat cahaya

lantas bulan kesurupan
kesadaran kami meninggi
bulan turun pada kami
dan kami mengatasi bulan

sampailah kami pada kerajaan kata-kata
jika kami membilang ayah
ia juga ayah kata-kata
jika kami menyebut hari
juga harinya kata-kata
jika kami mengucap diri
pastilah juga diri kata kata

Di cafe jalanan Medellin
purnama jatuh
kata-kata menjadi kami
kami menjadi kata kata

0

0

0

0

0

0
Elevation OF Indranggunesia

buat loe2 smw yang punya bakat di bidang sastra silakan tulis disini karya2 terbaik kalian......................................... Art is my world

About Indranggunesia

Foto saya
Bwt loe yang mo view my profile....please add in indra131289.blogspot.com

Welcome

Selamat datang di Indranggunesia's Blog

Seberapa baik kah isi blog ini??

Powered By Blogger

Others

Cari Blog Ini

Links

AsetBCA.com

Followers